Jumat, 19 Oktober 2012

produk


Produk





Bata Merah
  1. Terbuat dari tanah lempung pilihan
  2. Proses pembuatan menggunakan mesin bata press
  3. Melalui pembakaran dengan menggunakan KAYU BAKAR
  4. Ukuran : panjang 20 cm, lebar 10 cm dan tinggi 5 cm
  5. Berat bata : 1,5 kg sampai 1,7 kg
  6. Harga : Rp. 400/buah + ongkos kirim (tergantung alamat tujuan

Rabu, 17 Oktober 2012

memilih batu bata merah yang baik


batu bata merah tahan gempa dan menguntungkan

Batu bata sudah lama jadi salah satu bahan pokok dalam mendirikan bangunan. Namun, bahan bangunan dari campuran air dan tanah liat ini masih rentan retak jika terkena goncangan keras, meski dilekatkan dengan semen. Melihat kelemahan batu bata biasa yang mudah retak, siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 5 Kota Madiun berhasil melakukan penelitian untuk menemukan formula batu bata yang lebih kuat.

Para remaja ini berhasil menemukan komposisi bahan baku batu bata yang lebih baik sehingga terbukti memiliki daya tahan dan daya lekat lebih kuat dibanding batu bata yang selama ini dibuat perajin tradisional. Bahan campurannya sederhana, murah, dan mudah didapatkan.

“Tanah liat dicampur dengan karbon aktif yang terkandung dalam abu asap pembakaran tebu,” ujar bekas siswa SMU Negeri 5 Kota Madiun, Nina Milasari, saat dihubungi Tempo, Sabtu, 28 Juli 2012. Setelah lulus SMU tahun 2011, Nina kini kuliah di Universitas Brawijaya, Malang.

Karbon bekas pembakaran tebu itu merupakan limbah pabrik gula di Madiun. Abu asap (dust) limbah pabrik gula itu mengandung silikat yang tinggi. Silikat adalah senyawa yang mengandung satu anion dengan satu atau lebih atom silikon pusat yang dikelilingi ligan elektronegatif. “Silikat atau silikondioksida (SiO2) memiliki daya rekat yang tinggi dan biasa digunakan untuk bahan baku pembuatan semen atau konstruksi lainnya,” katanya.

Nina menambahkan, awalnya dirinya dan teman-temannya memanfaatkan karbon aktif itu untuk briket yang bisa dijadikan bahan pembakaran. “Setelah tahu mengandung silikat yang tinggi, kami mencoba memanfaatkannya untuk campuran batu bata,” ucapnya.

Batu bata yang bahan bakunya dicampur dengan silikat menjadikan batu bata lebih ringan sehingga lebih tahan getaran atau gempa. “Batu bata dengan campuran karbon ini cocok digunakan untuk bangunan di daerah rawan gempa,” tuturnya.

Setelah dilakukan beberapa kali eksperimen, diperoleh volume ideal komposisi campuran karbon pada batu bata, yakni 10 persen dengan kuat daya tekan 28,25 kilogram per sentimeter persegi. Kuat daya tekan ini sudah melebihi standar nasional Indonesia (SNI) sebesar 21 kilogram per sentimeter persegi.

Eksperimen juga dilakukan dengan komposisi karbon yang lebih sedikit, yakni 5 persen. Dengan kadar karbon 5 persen, batu bata memiliki daya tekan lebih kuat, yakni 30,67 kilogram per sentimeter persegi. Komposisi karbon yang lebih banyak, yakni 15 persen, juga diuji, dan hasilnya batu bata memiliki kuat daya tekan 21,28 kilogram per sentimeter persegi. Namun, komposisi karbon 5 persen dan 15 persen itu tidak direkomendasikan. “Bagi kami, campuran karbon yang idel adalah 10 persen,” ucapnya.

Kekuatan daya tekan batu bata tahan gempa ini sudah pernah diuji di Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Rekan satu tim Nina sewaktu SMU dulu, Christina Kartini, menambahkan, batu bata tahan gempa ini tak hanya lebih kuat, biaya produksinya diklaim lebih hemat dan menguntungkan dibanding batu bata biasa atau tanpa campuran karbon. Dalam hitungan mereka, biaya produksi 1.000 batang batu bata tahan gempa Rp 160 ribu, sedangkan biaya produksi 1.000 batang batu bata konvensional Rp 172 ribu. “Harga jualnya sama, Rp 350 ribu per 1.000 batang,” ujarnya.

Dengan biaya produksi yang lebih murah dan harga jual yang sama, maka keuntungannya lebih besar. Dengan asumsi biaya produksi Rp 160 ribu dan harga jual batu bata di Madiun Rp 350 ribu per 1.000 batang, pembuatnya akan mendapatkan laba Rp 190 ribu. Sedangkan laba dari batu bata biasa lebih kecil, yakni Rp 178 ribu. “Ada selisih laba Rp 12 ribu,” tuturnya.

Penelitian dua siswa ini dibukukan dalam karya tulis ilmiah dan memenangkan salah satu medali emas Olimpiade pelajar tingkat dunia di bidang lingkungan, yakni International Environmental Project Olympiad (Inepo) di Turki tahun 2010. Karya ilmiah mereka berjudul "The Use of Sugar Factory Dust in Making Seismic Resistant Bricks atau Kegunaan Limbah Abu (Dust) Asap Pabrik Gula dalam Membuat Batu Bata Tahan Getaran (Gempa)".

sumber

Produksi Batu Bata Merah Melimpah, Harga Anjlok

Sebulan terakhir ini harga batu bata merah anjlok menjadi Rp 330 per biji, dari sebelumnya seharga Rp 370.
Anjloknya harga bata merah tersebut, dipicu melimpahnya produksi di tingkat perajin. Pada saat bersamaan, permintaan untuk proyek pembangunan perumahan, sepi.
"Semua perajin bata merah sekarang ini sangat merasakan sepinya permintaan, dan anjloknya harga," kata Zainul (43), perajin bata merah yang ditemui Kompas, Rabu (20/6/2012), di Sentra Perajin Bata Merah, di Kutorejo, Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Zainul mengatakan, anjloknya harga bata merah yang terjadi sebulan terakhir ini, tidak lepas dari sepinya permintaan dan melimpahnya produksi dan stok bata merah ditingkat perajin. Selain itu juga akibat ulah makelar bata merah yang membuat harga semaunya.
"Makelar yang menentukan harga di pasaran, karena perajin butuh uang untuk modal kerja lagi dan memenuhi kebutuhan hidup. Mau tidak mau perajin melepasnya berapa pun harganya, asal tidak sampai rugi," katanya.   
Ia mengatakan, setiap kali musim kemarau, produksi maupun stok bata merah ditingkat perajin memang melimpah. Hal itu terjadi hampir setiap tahun.
Penyebabnya, uaca yang panas sangat menguntungkan untuk proses pengeringan bata merah, sehingga produksi bata merah pun melimpah .
Namun perajin kerap kali tidak berdaya menghadapi makelar dalam soal harga, karena keberadaan makelar berperan dalam penjualan bata merah produksi para perajin.
"Karena permintaan sepi, perajin seperti saya ini baru bisa jual bata merah sebulan lebih setelah proses pembakaran selesai. Padahal, kalau sedang ramai dua-tiga hari sudah bisa terjual, karena sudah ada makelar yang datang langsung ke tempat saya,"ujar Zainul.
Zainul mengatakan, perajin kecil seperti dirinya yang baru bisa membakar sebanyak 40.000 biji bata merah dalam waktu tiga bulan, mendapatkan keuntungan yang tidak besar. Untuk proses pembakaran, pihaknya membutuhkan batu bara sebanyak tiga ton seharga Rp 3,6 juta.
"Belum lagi kalau bahan baku tanah liatnya harus beli, pasti keuntungannya tipis. Untungnya saya tidak beli tanah, karena saya ambil dari areal sawah sendiri," ujar Zainul.  
Soleh (49), perajin lain yang ditemui terpisah, mengatakan, keuntungan perajin bata merah memang tidak besar, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.  "Keuntungannya memang tidak besar, tapi cukup untuk hidup keluarga dan biaya sekolah anak," katanya.
Ia mengatakan, dalam sebulan pihaknya bisa membakar 25.000-30.000 biji bata merah dengan total bahan baku tanah liat sebanyak 30 ton. Harga satu truk bahan baku tanah (2,5 ton) Rp 250.000. Adapun bahan bakar batu bara menghabiskan  Rp 2,5 juta.
"Biasanya batu bata sebanyak yang saya produksi itu sudah terjual dalam waktu satu-dua minggu setelah proses pembakaran. Namun sekarang baru bisa terjual lebih dari satu bulan, karena sedang sepi permintaan," ujarnya.