Sebulan terakhir ini harga batu bata merah anjlok menjadi Rp 330 per biji, dari sebelumnya seharga Rp 370.
Anjloknya harga bata merah tersebut, dipicu melimpahnya produksi di
tingkat perajin. Pada saat bersamaan, permintaan untuk proyek
pembangunan perumahan, sepi.
"Semua perajin bata merah sekarang ini sangat merasakan sepinya
permintaan, dan anjloknya harga," kata Zainul (43), perajin bata merah
yang ditemui Kompas, Rabu (20/6/2012), di Sentra Perajin Bata Merah, di Kutorejo, Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Zainul mengatakan, anjloknya harga bata merah yang terjadi sebulan
terakhir ini, tidak lepas dari sepinya permintaan dan melimpahnya
produksi dan stok bata merah ditingkat perajin. Selain itu juga akibat
ulah makelar bata merah yang membuat harga semaunya.
"Makelar yang menentukan harga di pasaran, karena perajin butuh uang
untuk modal kerja lagi dan memenuhi kebutuhan hidup. Mau tidak mau
perajin melepasnya berapa pun harganya, asal tidak sampai rugi,"
katanya.
Ia mengatakan, setiap kali musim kemarau, produksi maupun stok bata
merah ditingkat perajin memang melimpah. Hal itu terjadi hampir setiap
tahun.
Penyebabnya, uaca yang panas sangat menguntungkan untuk proses
pengeringan bata merah, sehingga produksi bata merah pun melimpah .
Namun perajin kerap kali tidak berdaya menghadapi makelar dalam soal
harga, karena keberadaan makelar berperan dalam penjualan bata merah
produksi para perajin.
"Karena permintaan sepi, perajin seperti saya ini baru bisa jual bata
merah sebulan lebih setelah proses pembakaran selesai. Padahal, kalau
sedang ramai dua-tiga hari sudah bisa terjual, karena sudah ada makelar
yang datang langsung ke tempat saya,"ujar Zainul.
Zainul mengatakan, perajin kecil seperti dirinya yang baru bisa membakar
sebanyak 40.000 biji bata merah dalam waktu tiga bulan, mendapatkan
keuntungan yang tidak besar. Untuk proses pembakaran, pihaknya
membutuhkan batu bara sebanyak tiga ton seharga Rp 3,6 juta.
"Belum lagi kalau bahan baku tanah liatnya harus beli, pasti
keuntungannya tipis. Untungnya saya tidak beli tanah, karena saya ambil
dari areal sawah sendiri," ujar Zainul.
Soleh (49), perajin lain yang ditemui terpisah, mengatakan, keuntungan
perajin bata merah memang tidak besar, namun cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga. "Keuntungannya memang tidak besar, tapi cukup
untuk hidup keluarga dan biaya sekolah anak," katanya.
Ia mengatakan, dalam sebulan pihaknya bisa membakar 25.000-30.000 biji
bata merah dengan total bahan baku tanah liat sebanyak 30 ton. Harga
satu truk bahan baku tanah (2,5 ton) Rp 250.000. Adapun bahan bakar batu
bara menghabiskan Rp 2,5 juta.
"Biasanya batu bata sebanyak yang saya produksi itu sudah terjual dalam
waktu satu-dua minggu setelah proses pembakaran. Namun sekarang baru
bisa terjual lebih dari satu bulan, karena sedang sepi permintaan,"
ujarnya.